BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat kita
mencampurkan gula, pasir, dan susu bubuk ke dalam air maka ketiga campuran tersebut (gula-air,
pasir-air, susu bubuk-air) akan membentuk suatu dispersi, yaitu penyebaran
merata dua fase. Kedua fase tersebut terdiri atas fase zat yang didispersikan
dan fase pendispersi. Fase zat yang didispersikan dikenal juga dengan
istilah fase terdispersi atau fase dalam. Adapun fase pendispersi dikenal
dengan istilah medium pendispersi atau fase luar. Pada umumnya, fase
terdispersi memiliki jumlah molekul yang lebih kecil dibandingkan fase
pendispersi. Terdapat tiga macam campuran, yaitu larutan sejati atau larutan,
suspensi, dan koloid. Termasuk ke dalam kelompok manakah campuran (gula-air,
pasir-air, susu bubuk-air) tersebut?
Untuk membahas hal tersebut lebih lanjut, maka penulis membuat makalah
ini untuk menjelaskan koloid, maupun perbedaan diatas.
1.
Apa
yang dimaksud dengan koloid?
2.
Bagaimana
pengelompokkan sistem koloid?
3.
Bagaimanakah
sifat-sifat koloid?
4.
Bagaimanakah
kestabilan dari koloid?
5.
Bagaimanakah
pembentukan dari koloid?
6.
Bagaimanakah
cara pemurnian koloid?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
pengertian koloid.
2.
Menjelaskan
pengelompokkan system koloid.
3.
Menjelaskan
sifat-sifat koloid.
4.
Menjelaskan
kestabilan dari koloid.
5.
Menjelaskan
pembentukan koloid.
6.
Menjelaskan
pemurnian koloid.
1.4 Manfaat Penulisan
1.
Untuk
menambah wawasan mengenai koloid.
2.
Untuk
bahan referensi bagi pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Koloid
Larutan
merupakan campuran yang bersifat homogen. Ukuran partikel zat terlarut di dalam
suatu larutan lebih kecil dari 10-7 cm sehingga sangat
sulit untuk diamati, walaupun dengan menggunakan mikroskop. Jadi, campuran
antara air dan gula termasuk larutan karena pencampuran kedua zat tersebut
menghasilkan dua fase yang homogen. Beberapa contoh larutan lainnya, adalah
larutan garam dapur, larutan urea, dan larutan cuka. Jika larutan ini disaring
menggunakan kertas saring, tidak ada zat yang tersaring.
Suspensi adalah
dispersi zat padat dalam air. Zat terdispersi pada suspensi merupakan zat padat
berukuran cukup besar. Padatan ini merupakan gabungan dari molekul-molekul zat
terdispersi. Oleh karena zat terdispersi memiliki ukuran yang cukup besar,
medium pendispersi (air) tidak mampu menahannya sehingga padatan tersebut dapat
mengendap.
Untuk
memudahkan pembahasan sistem dispersi koloid, digunakan fase terdispersi berupa
padatan dan fase pendispersi yang umum, berupa air. Ukuran partikel zat
terdispersi di dalam koloid lebih besar daripada ukuran partikel di dalam
larutan, tetapi lebih kecil daripada ukuran partikel di dalam suspensi.
Partikel zat terdispersi berukuran antara 10-7 cm sampai dengan 10-5
cm (1 nm – 100 nm). Sistem koloid tampak homogen jika dilihat tanpa mikroskop,
tetapi dengan menggunakan mikroskop tampak adanya partikel-partikel fase
terdispersi. Partikel koloid dapat disaring dengan menggunakan suatu kertas
saring yang berpori-pori sangat halus (penyaring ultra). Berdasarkan sistem
dispersinya, suatu koloid tampak seperti suspensi. Akan tetapi, secara fisik
tampak seperti larutan sehingga sering juga disebut dengan istilah suspensi
homogen. Campuran susu bubuk dan air dinamakan koloid. Secara garis besar,
perbandingan antara larutan, koloid, dan suspensi dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut ini.
Tabel 2.1 Perbandingan antara Larutan, Koloid, dan
Suspensi
Aspek
|
Larutan
|
Koloid
|
Suspensi
|
Bentuk Campuran
|
Homogen
|
Tampak homogen
|
Heterogen
|
Kestabilan
|
Stabil
|
Stabil
|
Tidak stabil
|
Pengamatan Mikroskop
|
Homogen
|
Heterogen
|
Heterogen
|
Jumlah Fase
|
Satu
|
Dua
|
Dua
|
Sistem Dispersi
|
Molekuler
|
Padatan halus
|
Padatan kasar
|
Pemisahan dengan Cara Penyaringan
|
Tidak dapat disaring
|
Tidak dapat disaring dengan kertas
saring biasa, kecuali dengan kertas saring ultra.
|
Dapat disaring
|
Ukuran Partikel
|
< 10-7 cm, atau < 1 nm
|
10-7 cm - 10-5
cm, atau 1 nm - 100 nm
|
> 10-5 cm, atau
> 100 nm
|
2.2 Pengelompokan sistem koloid
Sistem koloid adalah campuran yang heterogen. Telah
diketahui bahwa terdapat tiga fase zat, yaitu padat, cair, dan gas. Dari ketiga
fasa zat ini dapat dibuat sembilan kombinasi campuran fase zat, tetapi yang
dapat membentuk sistem koloid hanya delapan. Kombinasi campuran fase gas dan
fase gas selalu menghasilkan campuran yang homogen (satu fase) sehingga tidak
dapat membentuk sistem koloid.
2.2.1 Sistem Koloid
Fase Padat-Cair (Sol)
Sistem koloid
fase padat-cair disebut sol. Sol terbentuk dari fase terdispersi berupa zat
padat dan fase pendispersi berupa cairan. Sol yang memadat disebut gel. Berikut
contoh-contoh sistem koloid fase padat-cair.
a. Agar-agar
Padatan
agar-agar yang terdispersi di dalam air panas akan menghasilkan sistem koloid
yang disebut sol. Jika konsentrasi agar-agar rendah, pada keadaan dingin sol
ini akan tetap berwujud cair. Sebaliknya jika konsentrasi agar-agar tinggi pada
keadaan dingin sol akan menjadi padat dan kaku. Keadaan seperti ini disebut
gel.
b. Pektin
Pektin adalah
tepung yang diperoleh dari buah pepaya muda, apel, dan kulit jeruk. Jika pektin
didispersikan di dalam air, terbentuk suatu sol yang kemudian memadat sehingga
membentuk gel. Pektin biasa digunakan untuk pembuatan selai.
c. Gelatin
Gelatin adalah
tepung yang diperoleh dari hasil perebusan kulit atau kaki binatang, misalnya
sapi. Jika gelatin didispersikan di dalam air, terbentuk suatu sol yang
kemudian memadat dan membentuk gel. Gelatin banyak digunakan untuk pembuatan
cangkang kapsul. Agar-agar, pektin dan gelatin juga digunakan untuk pembuatan
makanan, seperti jelly atau permen kenyal (gummy candies).
d. Cairan Kanji
Tepung kanji
yang dilarutkan di dalam air dingin akan membentuk suatu suspensi. Jika
suspensi dipanaskan akan terbentuk sol, dan jika konsentrasi tepung kanji cukup
tinggi, sol tersebut akan memadat sehingga membentuk gel. Suatu gel terbentuk
karena fase terdispersi mengembang, memadat dan menjadi kaku.
e. Air sungai (tanah terdispersi di
dalam medium air).
f. Cat tembok dan tinta (zat warna
terdispersi di dalam medium air).
g. Cat kayu dan cat besi (zat warna
terdispersi di dalam pelarut organik).
h. Gel kalsium asetat di dalam
alkohol.
i. Sol arpus (damar).
j. Sol emas, sol Fe(OH)3,
sol Al(OH)3, dan sol belerang.
2.2.2 Sistem Koloid Fase Padat-Padat (Sol Padat)
Sistem koloid
fase pada-padat terbentuk dari fase terdispersi dan fase pendispersi yang
sama-sama berwujud zat padat sehingga dikenal dengan nama sol padat. Lazimnya,
istilah sol digunakan untuk menyatakan sistem koloid yang terbentuk dari fase
terdispersi berupa zat padat di dalam medium pendispersi berupa zat cair
sehingga tidak perlu digunakan istilah sol cair. Contoh sistem koloid fase
padat-padat adalah logam campuran (aloi), misalnya stainless steel yang
terbentuk dari campuran logam besi, kromium dan nikel. Contoh lainnya adalah
kaca berwarna yang dalam ini zat warna terdispersi di dalam medium zat padat
(kaca).
2.2.3 Sistem Koloid
Fase Padat-Gas (Aerosol Padat)
Sistem koloid
fase padat-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa padat dan fase pendispersi
berupa gas. Anda sering menjumpai asap dari pembakaran sampah atau dari
kendaraan bermotor. Asap merupakan partikel padat yang terdispersi di dalam
medium pendispersi berupa gas (udara). Partikel padat di udara disebut
partikulat padat. Sistem dispersi zat padat dalam medium pendispersi gas
disebut aerosol padat. Sebenarnya istilah, aerosol lazim digunakan untuk
menyatakan sistem dispersi zat cair di dalam medium gas sehingga tidak perlu
disebut aerosol cair.
2.2.4 Sistem Koloid Fase Cair-Gas (Aerosol)
Sistem koloid
fase cair-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan fase
pendispersi berupa gas. Contoh sistem koloid ini adalah kabut dan awan.
Partikel-partikel zat cair yang terdispersi di udara (gas) disebut partikulat
cair. Contoh aerosol adalah hairspray, obat nyamuk semprot, parfum (body
spray), cat semprot dan lain-lain. Pada produk-produk tersebut digunakan zat
pendorong (propellant) berupa senyawa klorofluorokarbon (CFC).
2.2.5 Sistem Koloid
Fase Cair-Cair (Emulsi)
Sistem koloid
fase cair-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium
pendispersi yang juga berupa cairan. Campuran yang terbentuk bukan berupa
larutan, melainkan bersifat heterogen. Misalnya campuran antara minyak dan air.
Air yang bersifat polar tidak dapat bercampur dengan minyak yang bersifat
nonpolar. Untuk dapat “mendamaikan” air dan minyak, harus ada zat “penghubung”
antara keduanya. Zat penghubung ini harus memiliki gugus polar (gugus yang
dapat larut di dalam air) dan juga harus memiliki gugus nonpolar (gugus yang
dapat larut di dalam minyak) sehingga zat penghubung tersebut dapat bercampur
dengan air dan dapat pula bercampur dengan minyak.
Sistem koloid
cair-cair disebut emulsi. Zat penghubung yang menyebabkan pembentukan emulsi
disebut emulgator (pembentuk emulsi). Jadi, tidak ada emulsi tanpa emulgator.
Contoh zat emulgator, yaitu sabun, detergen, dan lesitin. Minyak dan air dapat
bercampur jika ditambahkan emulgator berupa sabun atau deterjen. Oleh karena
itu, untuk menghilangkan minyak yang menempel pada tangan atau pakaian
digunakan sabun atau deterjen, yang kemudian dibilas dengan air.
Susu, air
santan, krim, dan lotion merupakan beberapa emulsi yang Anda kenal dalam
kehidupan sehari-hari. Susu murni (dalam bentuk cair) merupakan contoh bentuk
emulsi alami karena di dalam susu murni telah terdapat emulgator alami, yaitu
kasein. Di dalam industri makanan, biasanya susu murni diolah menjadi susu
bubuk. Susu bubuk yang terbentuk menjadi sukar larut dalam air, kecuali dengan
menggunakan air panas. Oleh karena itu, digunakan zat emulgator yang berupa
lesitin sehingga susu bubuk tersebut dapat mudah larut dalam air, sekalipun
hanya dengan menggunakan air dingin. Susu bubuk yang dicampur dengan zat
emulgator dikenal dengan istilah susu bubuk instant. Contoh lain emulsi adalah
krim (emulsi yang berbentuk pasta), dan lotion (emulsi yang berbentuk cairan
kental atau krim yang encer). Sistem emulsi
banyak digunakan dalam berbagai industri seperti berikut :
a. Industri kosmetik: dalam bentuk berbagai
krim untuk perawatan kulit, dan berbagai lotion yang berasal dari minyak, serta
haircream (minyak rambut).
b. Industri makanan: dalam bentuk es krim
dan mayones. Mayones terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan (minyak jagung atau
minyak kedelai) dan air. Pada mayones ini digunakan kuning telur sebagai zat
emulgator.
c. Industri farmasi: dalam bentuk berbagai
krim untuk penyakit kulit, sirup, minyak ikan, dan lain-lain.
2.2.6 Sistem Koloid
Fase Cair-Padat (Emulsi Padat)
Sistem koloid
fase cair-padat terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium
pendispersi berupa zat padat sehingga dikenal dengan nama emulsi padat.
Sebenarnya, istilah emulsi hanya digunakan untuk sistem koloid fase cair-cair.
Jadi, emulsi berarti sistem koloid fase cair-cair (tidak ada istilah emulsi
cair). Contoh emulsi padat, yaitu keju, mentega, dan mutiara.
2.2.7 Sistem Koloid
Fase Gas-Cair (Busa)
Sistem koloid
fase gas-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi
berupa zat cair. Jika anda mengocok larutan sabun, akan timbul busa. Di dalam
busa sabun terdapat rongga yang terlihat kosong. Busa sabun merupakan fase gas
dalam medium cair. Contoh-contoh zat yang dapat menimbulkan busa atau buih,
yaitu sabun, deterjen, protein, dan tanin.
Pada proses
pencucian, busa yang ditimbulkan oleh sabun atau deterjen dapat mempercepat
proses penghilangan kotoran. Busa atau buih pada zat pemadam api berfungsi
memperluas jangkauan (voluminous) dan mengurangi penguapan air. Pada proses
pemekatan bijih logam, sengaja ditimbulkan busa agar zat-zat pengotor dapat
terapung di dalam busa tersebut.
Di dalam suatu
proses industri kimia, misalnya proses fermentasi, kadang-kadang pembentukan
busa tidak diinginkan sehingga dilakukan penambahan zat antibusa (antifoam),
seperti silikon, eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.
2.2.8 Sistem Koloid
Fase Gas-Padat (Busa Padat)
Sistem koloid
fase gas-padat terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium
pendispersi berupa zat padat, yang dikenal dengan istilah busa padat, sedangkan
dispersi gas dalam medium cair disebut busa dan tidak perlu disebut busa cair.
Di dalam kehidupan sehari-hari, anda dapat menemui busa padat yang dikenal
dengan istilah karet busa dan batu apung. Pada kedua contoh busa padat ini terdapat
rongga atau pori-pori yang dapat diisi oleh udara.
Secara garis
besar, kedelapan jenis sistem koloid tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Jenis Sistem Koloid dan Contoh-contohnya
No.
|
Fase Terdispersi
|
Medium Pendispersi
|
Nama Koloid
|
Contoh
|
1.
|
Padat
|
Cair
|
Sol
|
Sol emas, agar-agar, jelly, cat, tinta, air sungai
|
2.
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol padat
|
Asap, debu padat
|
3.
|
Padat
|
Padat
|
Sol padat
|
Paduan logam, kaca berwarna
|
4.
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol
|
Kabut, awan
|
5
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Santan, susu, es krim, krim, lotion, mayonaise
|
6.
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi padat
|
Keju, mentega, mutiara
|
7.
|
Gas
|
Cair
|
Buih, busa
|
Busa sabun
|
8.
|
Gas
|
Padat
|
Busa padat
|
Karet busa, batu apung
|
Macam koloid berdasarkan interaksinya dengan pelarut ( air )
1. Koloid Hidrofil ;
- dapat campur dengan air --> dapat diencerkan
-
lebih stabil .
Contoh :
koloid dari senyawa-senyawa organik, misalnya
kanji (amilum),
agar-agar, dsb
2. Koloid Hidrofob ;
- tidak campur dengan air, --> tidak dapat diencerkan
- kurang stabil.
Contoh
: Kebanyakan koloid dari senyawa anorganik, misalnya sol belerang (S), Fe(OH)3.
2.3 Sifat dan penerapan sistem koloid
Secara fisik, sistem koloid terlihat homogen seperti
larutan. Jika anda amati dengan mikroskop, terlihat adanya perbedaan antara
koloid dan larutan karena sistem koloid sebetulnya bersifat heterogen. Untuk
lebih memperjelas perbedaan antara larutan dan koloid, Anda harus mempelajari
sifat-sifat yang dimiliki oleh sistem koloid tersebut.
2.3.1. Gerak Brown
Gerak Brown
adalah gerak tidak beraturan, gerak acak atau gerak zig-zag partikel koloid.
Gerak Brown terjadi karena benturan tidak teratur partikel koloid dan medium
pendispersi. Benturan tersebut mengakibatkan partikel koloid bergetar dengan
arah yang tidak beraturan dan jarak yang pendek.
Gerak Brown
kali pertama diamati pada 1827 oleh Robert Brown (1773-1858), seorang ahli
Biologi berkebangsaan Inggris pada saat mengamati serbuk sari. Fenomena ini
dijelaskan oleh Albert Einstein (1879-1955) pada 1905. Menurut Einstein, suatu
partikel mikroskopis (hanya dapat diamati dengan mikroskop) yang melayang dalam
suatu medium pendispersi akan menunjukkan suatu gerak acak atau gerak zig-zag.
Gerakan ini disebabkan oleh medium pendispersi yang menabrak partikel terdispersi
dari berbagai sisi dalam jumlah yang tidak sama untuk setiap sisi.
Arah gerak
partikel koloid bergantung pada jumlah partikel medium pendispersi yang
menabrak. Jika jumlah partikel pendispersi yang menabrak dari arah bawah
banyak, partikel koloid akan bergerak ke atas. Jika jumlah partikel pendispersi
yang menabrak dari kiri bawah banyak, partikel koloid bergerak ke kanan atas.
Setiap gerak disertai getaran karena di sisi lain ada tabrakan dari medium
pendispersi, tetapi jumlah molekul medium pendispersi ini sedikit. Gerak
zig-zag akibat tabrakan dari partikel pendispersi menyebabkan sistem koloid
tetap stabil, tetap homogen, dan tidak mengendap.
Apakah gerak
Brown juga terjadi pada sistem larutan atau suspensi? Pada larutan, partikel
terdispersi memiliki ukuran yang sangat kecil dan hampir sama dengan ukuran
molekul pendispersi. Gerakan partikel pendispersi bukan terjadi karena ditabrak
oleh partikel pendipersi, melainkan disebabkan oleh gerakan oleh molekul
sendiri. Pada suspensi, ukuran partikel terdispersi sangat besar. Adanya
partikel pendispersi yang menabrak tidak menyebabkan partikel terdispersi
bergerak dan tidak menimbulkan getaran. Pada suspensi, partikel terdispersi
banyak dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi sehingga partikel terdispersi lebih
banyak bergerak ke bawah dan membentuk endapan.
2.3.2
Efek Tyndall
Jika cahaya
dilewatkan ke dalam sistem koloid, cahaya yang melewati sistem koloid tersebut
terlihat lebih terang. Cahaya yang terlihat lebih terang ini disebabkan oleh
terjadinya efek Tyndall. Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh
partikel koloid. Partikel koloid akan memantulkan dan menghamburkan cahaya yang
mengenainya sehingga cahaya akan terlihat lebih terang. Jika kemudian cahaya
ini ditangkap layar, cahaya pada layar tersebut tampak buram.
Di dalam
kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat dilihat pada gejala-gejala berikut.
1) Jika sinar
matahari masuk melalui celah ke dalam ruangan, pada sinar terlihat debu-debu
beterbangan (daerah ini terlihat lebih terang). Pada daerah yang tidak
terlewati sinar matahari tidak akan terlihat adanya debu. Begitu juga jika
sinar matahari melewati daun pepohonan di daerah yang berkabut, sinar matahari
tersebut terlihat lebih jelas.
2) Jika Anda
menonton film di gedung bioskop, kemudian ada asap rokok yang mengepul ke atas
cahaya proyektor terlihat lebih terang dan gambar pada layar menjadi buram.
3) Sorot lampu
mobil pada malam yang berkabut terlihat lebih jelas. Begitu juga pada jalan
yang berdebu, sorot lampu terlihat lebih jelas, kecuali sehabis hujan yang
cukup deras (sehingga jalanan tidak berdebu dan tidak ada asap). Itulah
sebabnya sorot lampu mobil seakan tidak tampak (tidak terlihat), tetapi jalan
terlihat jelas.
2.3.3 Adsorpsi
Partikel koloid
mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya. Jika partikel
koloid menyerap ion bermuatan, kemudian ion-ion tersebut menempel pada
permukaannya, partikel tersebut menjadi bermuatan.
Sol Fe(OH)3
mampu mengadsorpsi ion-ion H+ sehingga sol Fe(OH)3
menjadi bermuatan positif. Sol As2S3 mampu mengadsorpsi
ion-ion S2- sehingga sol As2S3 menjadi
bermuatan negatif. Penyerapan yang hanya terjadi di permukaan saja disebut
adsorpsi, sedangkan penyerapan yang terjadi di seluruh bagian disebut absorpsi.
Muatan dalam
partikel koloid bukan disebabkan oleh ionisasi partikel seperti pada larutan,
melainkan disebabkan oleh adanya ion lain yang diadsorpsi. Sifat adsorpsi
partikel koloid digunakan pada proses-proses berikut.
a. Penjernihan Air
Pada air sungai
(air sungai merupakan suatu sistem koloid), tanah yang terdispersi dapat
diendapkan dengan penambahan tawas (Kal(SO4)2) atau
larutan PAC (Poly Alumuinium Chloride). Kedua zat ini dapat membentuk koloid
Al(OH)3 mengadsorpsi pengotor di dalam air, menggumpalkan, dan
mengendapkannya sehingga air menjadi jernih.
b. Penghilangan Kotoran pada Proses
Pembuatan Sirup
Kadang-kadang
gula masih mengandung pengotor sehingga jika dilarutkan di dalam air, pengotor
tersebut akan tampak dan larutan tidak jernih. Pada industri pembuatan sirup,
untuk menghilangkan pengotor ini biasanya digunakan putih telur. Setelah gula
larut, sambil diaduk ditambahkan putih telur tersebut menggumpal dan
mengadsorpsi pengotor. Selain putih telur, dapat juga digunakan zat lain,
seperti tanah diatomae atau arang aktif.
c. Proses Menghilangkan Bau Badan
Pada produk
roll on deodorant, digunakan adsorben (zat yang akan mengadsorpsi) berupa
Al-stearat. Jika deodorant digosokkan pada anggota badan, Al-stearat
mengadsorpsi keringat yang menyebabkan bau badan.
d. Penggunaan Arang Aktif
Arang aktif
merupakan contoh adsorben yang dibuat dengan memanaskan arang dalam udara
kering. Arang aktif memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai zat. Obat norit
(obat sakit perut) mengandung zat arang aktif yang berfungsi menyerap berbagai
zat dan racun dalam usus. Arang aktif ini juga digunakan pada topeng gas,
lemari es (untuk menghilangkan bau), dan rokok filter (untuk mengikat asap
nikotin dan tar).
Adanya muatan
listrik pada koloid menyebabkan koloid dapat dipisahkan dengan cara
elektroforesis. Elektroforesis adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan
laju perpindahan molekul dalam medan listrik. Pada elektroforesis, partikel
koloid yang bermuatan akan mengalami pergerakan. Partikel koloid yang bermuatan
negatif akan bergerak ke elektrode (kutub) positif. Adapun koloid yang
bermuatan positif bergerak ke elektrode (kutub) yang bermuatan negatif.
Elektroforesis
dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan dari suatu partikel koloid.
2.3.4 Koagulasi
Telur direbus
hingga membeku, penggumpalan susu yang basi, dan pembentukan delta pada muara
sungai merupakan contoh-contoh proses koagulasi. Koagulasi adalah penggumpalan
partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas sistem koloid atau
karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan sehingga membentuk
partikel yang lebih besar. Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan,
pendinginan, penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda
muatan, atau karena elektroforesis. Koloid Fe(OH)3 yang bermuatan
positif jika dicampur dengan koloid As2S3 yang bermuatan
negatif akan mengalami koagulasi. Koagulasi terjadi karena setiap partikel
koloid yang memiliki muatna yang berlawanan saling menetralkan dengan gaya
elektrostatik hingga membentuk partikel besar dan menggumpal.
Elektroforesis
dapat menyebabkan koagulasi karena endapan pada salah satu elektrode semakin
lama semakin pekat, dan akhirnya membentuk gumpalan. Berikut beberapa proses
koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
a. Perebusan Telur
Telur mentah
merupakan suatu sistem koloid dengan fase terdispersi berupa protein. Jika
telur tersebut direbus akan terjadi koagulasi sehingga telur tersebut
menggumpal.
b. Pembuatan Yoghurt
Susu dapat
diubah menjadi yoghurt melalui fermentasi. Pada fermentasi susu akan terbentuk
asam laktat yang menggumpal dan berasa asam.
c. Pembuatan Tahu
Pada pembuatan
tahu dari kedelai, mula-mula kedelai dihancurkan sehingga keedelai berbentuk
bubur kedelai (seperti susu). Kemudian, ditambahkan larutan elektrolit, yaitu
CaSO4.2H2O yang disebut batu tahu sehingga protein
kedelai menggumpal dan membentuk tahu.
d. Pembuatan Lateks
Lateks terbuat
dari getah karet, salah satu sistem koloid. Pada pembuatan lateks, getah kerat
digumpalkan dengan penambahan asam asetat atau asam format.
e. Penjernihan Air Sungai
Air sungai
mengandung padatan lumpur yang terdispersi di dalam air (sol). Sol tanah liat
dalam air sungai memiliki muatan negatif sehingga dapat diendapkan dengan
penambahan tawas atau PAC. Di dalam air sungai tawas atau PAC membentuk koloid
Al(OH)3 yang bermuatan positif. Pengendapan terjadi karena koagulasi
koloid yang bermuatan negatif dengan koloid yang bemuatan positif.
f. Pembentukan Delta
Delta terbentuk
dari hasil pencampuran air sungai yang mengandung koloid tanah liat dan
elektrolit yang berasal dari air laut. Pencampuran tersebut menyebabkan
terjadinya koagulasi sehingga terbentuk delta.
g. Pengolahan Asap Atau Debu
Asap dan debu
yang dihasilkan dari suatu proses industri dapat mencemari udara di sekitarnya.
Asap dan debu merupakan sistem koloid zat padat dalam medium pendispersi gas
(udara). Padatan dalam asap atau debu dapat diendapkan menggunakan alat
Cotrell.
Asap dan debu
dilewatkan melalui cerobong yang di dalamnya terdapat ujung-ujung elektrode
bermuatan dengan bertegangan antara 20.000 V hingga 75.000 V. Elektrode
mengakibatkan asap dan debu tersebut menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel
asap dan debu akan tertarik pada elektrode yang lainnya dan mengendap. Endapan
yang terbentuk dipisahkan secara berkala sehingga gas-gas yang keluar dari
cerobong sudah terbebas dari partikel padatan yang berbahaya.
2.3.5 Koloid Liofil
dan Koloid Liofob
Sistem koloid
sol (zat padat dalam medium pendispersi cair) dapat bersifat liofil (dalam
bahasa Yunani lyo = cairan, philia = suka) dan ada juga bersifat liofob
(Yunani: phobia = tidak suka, takut). Pada sol yang bersifat liofil, zat
terdispersi dapat menarik atau mengikat medium pendispersi. Pada sol yang
bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat mengikat medium pendispersinya
(air).
Pada koloid
liofil, pengikatan medium pendispersi disebabkan oleh gaya tarik-menarik
(berupaya gaya elektrostatik) pada setiap gugus ujung molekul terdispersi.
Sebagai gambaran, jika satu sendok agar-agar padat dicampur dengan beberapa
gelas air, setiap penambahan air pada koloid agar-agar akan menyebabkan air
terserap. Molekul-molekul air akan diikat setiap gugus yang terdapat pada
permukaan padatan agar-agar sehingga struktur agar-agar mengembang.
Agar-agar
sangat mudah menarik medium pendispersinya (air). Koloid liofil terlihat
homogen, stabil, tidak tampak adanya medium pendispersi, lebih kental, dan
membentuk gel. Contoh koloid liofil, yaitu agar-agar, koloid kanji, cat, lem,
gelatin, protein (putih telur), dan tinta warna. Jika medium pendispersi pada
suatu koloid liofil adalah air, koloid tersebut disebut koloid hidrofil.
Pada sol yang
bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat bercampur dengan baik jika
ditambahkan lagi medium pendispersi. Pada koloid yang bersifat liofob, jumlah
medium pendispersi harus tertentu (terbatas). Jika pada suatu koloid liofob
yang sudah stabil ditambahkan lagi zat pendispersi, zat terdispersi akan
menolak sehingga koloid tidak menjadi tidak stabil. Contoh koloid liofob, yaitu
sol emas, sol belerang, sol As2S3, dan sol Fe(OH)3
suatu koloid liofob dengan medium pendispersi air tersebut dinamakan koloid
hidrofob. Koloid liofob berbentuk encer (hampir sama dengan medium
pendispersi), tidak stabil, serta memiliki gerak Brown dan efek Tyndall.
Sifat-Sifat
|
Sol Liofil
|
Sol Liofob
|
Pembuatan
|
Dapat dibuat langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium
terdispersinya
|
Tidak dapat dibuat hanya dengan mencampur fase terdispersi dan medium
pendisperinya
|
Muatan partikel
|
Mempunyai muatan yang kecil atau tidak bermuatan
|
Memiliki muatan positif atau negative
|
Adsorpsi medium pendispersi
|
Partikel-partikel sol liofil mengadsorpsi medium pendispersinya. Terdapat
proses solvasi/ hidrasi, yaitu terbentuknya lapisan medium pendispersi yang
teradsorpsi di sekeliling partikel sehingga menyebabkan partikel sol liofil
tidak saling bergabung
|
Partikel-partikel sol liofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya.
Muatan partikel diperoleh dari adsorpsi partikel-partikel ion yang bermuatan
listrik
|
Viskositas (kekentalan)
|
Viskositas sol liofil > viskositas medium pendispersi
|
Viskositas sol hidrofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersi
|
Penggumpalan
|
Tidak mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit
|
Mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit karena mempunyai muatan.
|
Sifat reversibel
|
Reversibel, artinya fase terdispersi sol liofil dapat dipisahkan dengan
koagulasi, kemudian dapat diubah kembali menjadi sol dengan penambahan medium
pendispersinya.
|
Irreversibel artinya sol liofob yang telah menggumpal tidak dapat diubah
menjadi sol
|
Efek Tyndall
|
Memberikan efek Tyndall yang lemah
|
Memberikan efek Tyndall yang jelas
|
Migrasi dalam medan listrik
|
Dapat bermigrasi ke anode, katode, atau tidak bermigrasi sama sekali
|
Akan bergerak ke anode atau katode, tergantung jenis muatan partikel
|
2.3.6 Koloid
Pelindung
Koloid
pelindung adalah suatu sistem koloid yang ditambahkan pada sistem koloid
lainnya agar diperoleh koloid yang stabil. Contoh koloid pelindung adalah
gelatin yang merupakan koloid padatan dalam medium air. Gelatin biasa digunakan
paa pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan kristal es yang kasar sehingga
diperoleh es krim yang lebih lembut.
2.3.7 Dialisis
Dialisis adalah
proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang teradsorpsi sehingga
ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari ion-ion
yang tidak diinginkan.
Pada proses
dialisis, koloid yang mengandung ion-ion dimasukkan ke dalam kantung penyaring,
kemudian dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air). Ion-ion dapat keluar
melewati penyaring sehingga partikel koloid terbebas dari ion-ion. Kantung
penyaring merupakan selaput semipermeabel yang hanya dapat dilewati ion dan
air, tetapi tidak dapat dilewati partikel koloid.
Proses dialisis
juga terjadi dalam metabolisme tubuh. Ginjal berfungsi sebagai penyaring
semipermeabel. Cairan hasil metabolisme di dalam darah mengandung butir-butir
darah, air, dan urea. Urea merupakan racun bagi tubuh sehingga harus
dikeluarkan melalui air seni. Jika ginjal mengalami gangguan (gagal ginjal), ginjal
tidak dapat menyaring darah dan mengeluarkan urea yang bersifat racun. Oleh
karena itu, penderita gagal memerlukan proses “cuci darah”, yaitu proses
dialisis yang berfungsi menghilangkan urea dari darah. Oleh karena itu, sudah
sepatutnyalah kita mensyukuri kesehatan ginjal kita.
2.3.8 Sistem Koloid
dalam Pengolahan Air
Air sungai
merupakan koloid yang terbentuk dari tanah liat yang terdispersi di dalam air.
Pengolahan air sungai menjadi bersih dapat dilakukan melalui tahap-tahap
penggumpalan pengotor (koagulasi), penyaringan pengotor, penyerapan bau dan zat
kimia (adsorpsi), dan pembasmian kuman (desinfeksi).
a. Penggumpalan
Proses
penggumpalan (koagulasi) dilakukan dengan menggunakan tawas (Kal(SO4)2),
PAC (Poly Alumunium Chloride), dan Al2(SO4)3.
Senyawa-senyawa
tersebut dapat menghasilkan koloid Al(OH)3 yang akan mengadsorpsi
pengotor tanah dan menggumpalkannya sehingga terbentuk endapan.
b. Proses Penyaringan
Setelah terjadi
penggumpalan, kemudian dilakukan proses penyaringan menggunakan penyaring.
Penyaring terdiri atas lapisan pasir, kerikil, dan ijuk.
c. Proses Adsorpsi
Adsorpsi atau
penyerapan kotoran menggunakan koloid Al(OH)3 terjadi pada tahap
awal. Jika terdapat ion Fe2+, ion tersebut terlebih dahulu
dioksidasi menjadi ion Fe3+ menggunakan kaporit. Setelah itu baru
proses adsorpsi dapat dilakukan menggunakan Al(OH)3. Proses adsorpsi
juga dilakukan dengan menggunakan karbon aktif yang dapat menyerap bau dan
zat-zat kimia, seperti besi dan sisa kaporit yang berlebih.
d. Proses Desinfeksi
Penambahan
kaporit bertujuan membunuh kuman-kuman. Kaporit juga berperan sebagai
oksidator, dapat ditambahkan sebelum penggumpalan. Kaporit ini menimbulkan bau
unsur klorin yang kurang sedap sehingga digunakan karbon aktif untuk menyerap
klorin tersebut.
2.4 Kestabilan koloid
Sistem koloid dapat tetap stabil (tidak mengendap) karena
partikel-partikel koloid tidak berkelompok ( bergabung sesamanya ) menjadi
partikel yang lebih besar
Kestabilan
koloid disebabkan oleh dua hal :
1.
Partikel koloid
menyerap ion-ion yang berada dalam
mediumnya Þ
partikel koloid “dilindungi” untuk
tidak bergabung sesamanya. Terjadi pada koloid dari senyawa anorganik . Contoh :
penambahan larutan FeCl3 ke
dalam air,
akan terbentuk sol Fe2O3
. x H2O yang menyerap ion-ion Fe3+ di lapisan dalam (lapisan I) dan ino-ion Cl- sebagai lapisan luar (lapisan II).
2.
Adanya
emulgator; yaitu zat yang ketiga yang melindungi patikel koloid agar tidak
bergabung sesamanya; misalnya minyak yang “dilindungi “ oleh sabun . Contoh
beberapa zat yang dapat
berfungsi sebagai emulgator ialah sabun dan deterjen.
3.
Partikel koloid tidak bisa mengendap karena bersifat
stabil.
4.
Kestabilan koloid dapat diganggu dengan penambahan
koagulan dan pengadukan cepat.
5.
Partikel yang tidak stabil cenderung untuk saling
berinteraksi dan bergabung
membentuk
flok yang berukuran besar.
2.5 Pembuatan koloid
Pembuatan koloid
dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, menggabungkan molekul atau ion dari
larutan (cara kondensasi). Kedua, menghaluskan partikel suspensi, kemudian
didispersikan ke dalam suatu medium pendispersi (cara dispersi).
2.5.1 Cara Kondensasi
Cara kondensasi
dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, reaksi
hidrolisis, reaksi penggaraman, dan reaksi penjenuhan.
a. Reaksi Redoks
Reaksi redoks
merupakan reaksi pembentukan partikel koloid melalui mekanisme perubahan
bilangan oksidasi. Perhatikan
contoh-contoh berikut:
1) Pembuatan sol
belerang dengan mengalirkan gas hidrogen sulfida (H2S) ke dalam
larutan belerang dioksida (SO2).
2H2S
(g) + SO2(aq) → 3S(s) + 2H2O(l)
2) Pembuatan sol
emas dengan cara meraksikan larutan AuCl3 dan zat pereduksi
formaldehid atau besi (II) sulfat.
2AuCl(aq)
+ 3HCOH(aq) + 3H2O(l) → 2Au(s) +
6HCl (aq) +3HCOOH(aq)
atau
AuCl3(aq) + 3FeSO4(aq)
→ Au(s) + Fe2(SO4)3(aq) + FeCl3
(aq)
b. Reaksi Hidrolisis
Reaksi
hidrolisis merupakan reaksi pembentukan koloid dengan menggunakan pereaksi air.
Misalnya, pembuatan sol Al(OH)3 dan sol Fe(OH)3.
1) Pembuatan sol Al(OH)3
dari larutan AlCl3, Al2(SO4)3, PAC
atau tawas.
AlCl3(aq)
+ 3H2O(l) → Al(OH)3(s) + 3HCl(aq)
2) Pembuatan sol
Fe(OH)3 dari larutan FeCl3 dengan air panas.
FeCl3(aq)
+ 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)
c. Reaksi Penggaraman
Garam-garam
yang sukar larut dapat dibuat menjadi koloid melalui reaksi pembentukan garam.
Untuk menghindari pengendapan biasanya digunakan suatu zat pemecah.
AgNO3(aq)
+ NaCl(aq) → AgCl(s) +NaNO3(aq)
Na2SO4(aq)
+ Ba(NO3)2(aq) → BaSO4(s) + 2NaNO3(aq)
d. Penjenuhan Larutan
Pembuatan kalsium
asetat merupakan contoh pembuatan koloid dengan cara penjenuhan larutan ke
dalam larutan jenuh kalsium asetat dalam air. Penjenuhan dilakukan dengan cara
menambahkan pelarut alkohol sehingga akan menghasilkan koloid berupa gel.
Kalsium asetat bersifat mudah larut dalam air, namun sukar larut dalam alkohol.
e. Reaksi dekomposisi rangkap
·
Sol As2S3 dibuat
dengan mengalirkan gas H2S perlahan melalui larutan As2O3
dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning
terang
As2O3 + 3 H2S → As2S3 (koloid)
+ 3H2O
·
Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan
larutan AgNO3 dan larutan HCl encer.
AgNO3 + HCl → AgCl
(koloid) + HNO3
2.5.2. Cara Dispersi
Pembuatan
koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan cara mengubah partikel kasar
(besar) menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan melalui cara
mekanik (penggerusan), cara busur Bredig, dan cara peptisasi (pemecahan).
a. Cara Mekanik
Cara mekanik
merupakan cara fisik mengubah partikel kasar menjadi partikel halus. Partikel
kasar digiling dengan alat coloid mill sehingga diperoleh ukuran partikel yang
diinginkan. Selanjutnya, partikel halus ini didispersikan ke dalam suatu medium
pendispersi. Proses penggilingan dapat juga dilakukan di dalam medium
pendispersi.
b. Cara Busur Bredig
Proses pembuatan
koloid dengan cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam. Pada proses
ini, logam yang akan dibuat sol digunakan sebagai elektrode dihubungkan dengan
arus listrik. Uap logam yang terjadi akan terdispersi ke dalam medium
pendispersi sehingga membentuk koloid.
c. Cara Peptisasi
Pada cara
peptisasi, partikel kasar berupa endapan diubah menjadi partikel koloid dengan
menggunakan elektrolit yang mengandung ion sejenis zat pemecah. Berikut ini
contoh-contoh peptisasi.
1) Endapan Al(OH)3 dipeptisasi dengan AlCl3
2) Endapan NiS dipeptisasi dengan air
3) Serat selulosa asetat dipeptisasi dengan aseton.
d. Cara Homogenisasi
Cara ini mirip
dengan cara mekanik dan biasanya digunakan untuk membuat emulsi. Dengan cara
ini, partikel lemak dihaluskan, kemudian didispersikan ke dalam medium air
dengan penambahan emulgator. Selanjutnya, emulsi yang terbentuk dimasukkan ke
dalam alat homogenizer. Caranya dengan melewatkan emulsi pada pori-pori dengan
ukuran tertentu sehingga diperoleh emulsi yang homogen.
2.6
Pemurnian Koloid Sol
Partikel dari zat pelarut bisa
mengganggu kestabilan koloid sehingga harus dimurnikan. Ada 3 metode yang dapat
digunakan, yaitu dialisis, elektrodialisis, dan penyaring ultra.
2.6.1 Dialisis
Pergerakan
ion-ion dan molekul kecil melalui selaput semipermeabel (yang tidak dapat
dilalui partikel koloid) disebut diasis. Percobaannya dengan menaruh sistem
koloid pada selaput semipermeabel, lalu menaruhnya di air. Zat yang terlarut di
dalam air kemudian akan keluar dari selaput itu, sedangkan system koloid tidak.
Lalu air dialirkan sehingga mengambil zat-zat yang terlarut.
2.6.2 Elektrodialisis
Elektrodialisis merupakan proses dialisis di bawah
pengaruh medan listrik. Listrik tegangan tinggi dialirkan melalui 2 layar logam
yang menyokong selaput semipermeabel. Kemudian, partikel-partikel zat terlarut
dalam system koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju electrode dengan muatan
berlawanan. Adanya pengaruh medan listrik pempercepat proses pemurnian.
2.6.3 Penyaring Ultra
Apabila kertas saring tersebut diresapi dengan
selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori akan berkurang. Kertas saring
ini telah dimodifikasi menjadi penyaring ultra.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Koloid
merupakan campuran yang sekilas nampak homogen tetapi heterogen, koloid
memiliki 2 fase dan tidak dapat disaring(hanya dapat disaring menggunakan
penyaring ultra).
2. Pengelompokkan
koloid adalah Sistem Koloid Fase
Padat-Cair (Sol), Sistem Koloid Fase
Padat-Padat (Sol Padat), Sistem Koloid Fase Padat-Gas
(Aerosol Padat), Sistem Koloid Fase Cair-Gas
(Aerosol), Sistem Koloid Fase Cair-Cair (Emulsi), Sistem
Koloid Fase Cair-Padat (Emulsi Padat), Sistem Koloid Fase Gas-Cair
(Busa), Sistem Koloid Fase Gas-Padat (Busa Padat).
3.
Sifat dan penerapan sistem
koloid
dalam makalah ini adalah tentang Gerak
Brown, Efek Tyndall, Adsorpsi, Koagulasi, Koloid Liofil dan Koloid
Liofob, Koloid Pelindung, Dialisis, dan penerapan Sistem Koloid dalam Pengolahan Air
4. Kestabilan
koloid disebabkan oleh partikel
koloid menyerap ion-ion yang berada
dalam mediumnya, dan adanya emulgator.
5.
Pembuatan
koloid dengan cara cara kondensasi dan cara dispersi.Pemurnian koloid
dengan cara Dialisis, Elektrodialisis dan Penyaring Ultra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar