1. Menurut teori belajar John Dewey:
John Dewey mengemukakan bahwa belajar
tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri dan topik dalam kurikulum
seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu
sama lain.
Penjelasan :
John Dewey mengemukakan bahwa
belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri dan topik dalam
kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai
kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108). Apabila belajar siswa
tergantung pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar siswa akan
menjadi lebih menyenangkan dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir
proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di samping itu kurikulum yang
diajarkan harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik
dan memiliki hasil maksimal.
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950: 89-90, dalam Dwi Siswoyo dkk, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya. Seperti telah diuraikan di muka bahwa dalam teori konstruktivisme disebutkan bahwa permasalahan muncul dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa sendiri, hal ini dapat dikatakan bahwa dalam pendidikan ada keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi dan siswa tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang dimiliki. Selain itu dari teori kognitif yang menegaskan pengalaman sebagai landasan pembelajaran juga sangat relevan.
John Dewey tidak hanya mengembangkan
teori konstruktivistik yang terangkum dalam teori kognitif tetapi juga
mengembangkan teori perkembangan moral peserta didik. John Dewey membagi
perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan, yaitu tahap premoral atau
preconventional, tahap conventional, dan tahap autonomous (Dwi Siswoyo dkk,
2011). Selanjutnya John Dewey (Dwi Siswoyo dkk, 2011) menjelaskan beberapa
tahapan yang dikemukakan, yaitu:
a. Tahap premoral. Tingkah laku
seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b. Tahap convention. Seseorang mulai
bisa menerima nilai dengan sedikit kritis berdasarkan kepada kriteria
kelompoknya.
c. Tahap autonomous. Seseorang sudah
mulai bisa berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan
pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
2. Teori belajar menurut Vygotsky:
Menurut Vygotsky, perolehan
pengetahuan dan perkembangan kognitif seorang seturut dengan teori sciogenesis.
Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya
bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat skunder. Artinya,
pengetahuan dan pengembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber
social di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif
dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya
peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka teori Vygotsky
sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan konstruktivisme.
Teori Vygotsky merupakan teori yang
lebih mengacu pada kontruktivisme. Karena ia lebih menekan pada hakikat
pembelajaran sosiokultural. Konsep teori perkembangan kognitif vygotsky terdapat
pada tiga hal:
a) hukum genetic tentang perkembangan (genetic
law of development)
b) zona perkembangan proksimal (zone of
proximal development)
c) mediasi
Vygotsky mengemukakan tiga kategori
pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu:
(1) Siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
(2) Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
(3) Siswa gagal meraih keberhasilan.
3. Teori belajar menurut Ausebel:
David Ausubel terkenal dengan teori
belajar yang dibawanya yaitu teori belajar bermakna (meaningful learning).
Menurut Ausubel belajar bermakna terjadi jika suatu proses dikaitkannya
informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang, selanjutnya bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk
mengasimilasikan pengertian baru pada konsep-konsep yang relevan yang sudah ada
dalam struktur kognitif, maka akan terjadi belajar hafalan. Ia juga menyebutkan
bahwa proses belajar tersebut terdiri dari dua proses yaitu proses penerimaan
dan proses penerimaan dan proses penemuan. (Ratna Wilis Dahar, 2006).
a. Belajar penerimaan (reception
learning) yang menyajikan informasi tersebut dalam betuk final.
b. Belajar penemuan (discovery
learning) yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh
materi yang dipelajari.
4. Teori belajar menurut Gagne dan
Briggs:
Menurut Gagne dan Briggs, proses
belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor internal (diri sendiri) dan faktor
eksternal (pengaturan kondisi belajar). Proses belajar terjadi karena sinergi
memori jangka pendek dan jangka panjang diaktifkan melalui penciptaan faktor
eksternal (pembelajaran/lingkungan belajar).
Gagne mendefenisikan pengertian
belajar secara formal bahwa belajar adalah perubahan dalam disposisi atau
kapabilitas manusia yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak
semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan. Perubahan itu berbentuk
perubahan tingkah laku. Hal itu dapat diketahui dengan jalan membandingkan
tingkah laku sebelum belajar dan tingkah laku yang diperoleh setelah belajar.
Perubahan tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas jenis kerja atau
perubahan sikap, minat atau nilai.Model Menurut Gagne tahapan proses
pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
(1) motivasi;
(2) pemahaman;
(3) pemerolehan;
(4) penyimpanan;
(5) ingatan kembali;
(6) generalisasi;
(7) perlakuan dan
(8) umpan balik.
Teori Gagne dan Briggs mempreskripsikan adanya:
(1) kapasitas belajar;
(2) peristiwa pembelajaran;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar