BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
Karakter Siswa
anak didik dimana setiap manusia yang terlahir ke dunia merupakan anugrah dan
setiap manusia menyandang potensinya masing-masing. Ia akan menjadi manfaat
atau tidak untuk dirinya sendiri dan lingkungannya tergantung perlakuan yang
diterima dirinya. Kualitas kemanusiaan sangat bergantung dari pendidikan yang
diberikan. Semakin berkualitas pendidikan yang diberikan, akan semakin
berkualitas pula kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan.
Disini peran guru bukan sekadar mentransfer
pelajaran kepada peserta didik. Tapi lebih dari itu guru bertanggung jawab
membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi generasi yang cerdas, saleh,
dan terampil dalam menjalani kehidupannya. Inilah tugas guru yang amat
strategis dan mulia.
Apalagi dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik
semakin nyata menggantikan sebagian besar peran orang tua yang notabene adalah
pengemban utama amanah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan berbagai sebab dan alasan,
orang tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan tanggungjawabnya kepada guru
di sekolah dengan berbagai keterbatasannya.
Menyadari hal itu, dalam makalah ini penulis mengambil judul “Keteladanan Guru
dan Pendidikan Berkarakter“. Karenanya, di pundak guru terletak salah satu beban untuk merestorasi
karakter dan kepribadian mulia bangsa Indonesia yang telah berada pada titik
nadir. Guru diharapkan bisa mengembalikan peradaban bangsa yang tinggi, yang
selama ini telah tergantikan dengan julukan bangsa yang korup, tidak memiliki
kepribadian, bangsa yang kacau, bodoh, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya
yang kini melekat pada bangsa tercinta ini.
B. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan
pengertian karakter siswa.
2. Memaparkan tujuan dari pendidikan karakter.
3. Menjelaskan tentang keteladanan guru dalam
pendidikan berkarakter.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter siswa?
2. Apakah tujuan dari pendidikan berkarakter?
3. Bagaimana hubungan keteladanan guru dan pendidikan
berkarakter?
4. Mengapa pembelajaran modeling dibutuhkan pada
pembelajaran berkarakter?
5. Bagaimana menjadi guru yang teladan dalam
pendidikan berkarakter?
D. Batasan Makalah
Dalam makalah ini akan mengurai upaya Keteladanan Guru
dalam pendidikan berkarakter. Kupasan selengkapnya mencakup pengertian
pendidikan karakter siswa, tujuan pendidikan berkarakter, hubungan keteladanan
guru dan pendidikan berkarakter, pembelajaran modeling dan cara menjadi guru
teladan dalam pendidikan berkarakter.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Karakter Siswa
Menurut Ratna Megawangi (2007), pendidikan karakter
siswa adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good,
loving the good, dan acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang
melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga akhlak mulia
bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Dengan demikian,
kurang tepat jika menganggap pendidikan karakter hanya urusan mata pelajaran
agama atau PKN. Pendidikan karakter melekat pada mata pelajaran apapun. Bahkan,
rasanya tidak adil jika pendidikan karakter hanya dibebankan dan menjadi
tanggung jawab institusi sekolah.
Pendidikan karakter siswa harus bermula dan ditanamkan dari
lingkungan keluarga, sebab keluarga adalah fondasi utama pendidikan. Betapa pun
baiknya pendidikan formal di sekolah, betapa pun sudah didukung oleh perangkat
teknologi canggih, jika tidak didukung oleh lingkungan keluarga yang baik,
hasilnya tidak akan memuaskan. Keluarga adalah basis terkecil dari kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan dalam keluarga harus ditopang juga oleh lingkungan
dan masyarakat yang sehat, serta didukung oleh pemerintahan yang bersih. Meski
terkadang pemerintahan yang bersih masih menjadi utopia. Jika tidak begitu,
pendidikan karakter akan sulit untuk direalisasikan dan hanya akan menjadi
wacana saja, maka dari itu mari kita mulai sedini mungkin tentang pendidikan
karakter siswa.
Pendidikan Karakter Siswa yang baik, menurut John Luther, lebih
patut dipuji daripada bakat yang luar biasa. Hampir semua bakat adalah
anugerah. Karakter yang baik tidak dianugerahkan kepada kita. Kita harus membangunnya
sedikit demi sedikit dengan pikiran, pilihan, keberanian, dan usaha keras.
Karakter memang laksana “otot” yang memerlukan latihan demi latihan untuk
menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan dan kekuatannya. Oleh karena itu,
pendidikan karakter memerlukan proses pemahaman, penanaman nilai, dan
pembiasaan, sehingga seorang anak didik dapat mencintai perbuatan baik
berdasarkan kesadaran yang timbul dari dirinya. Dalam kaitan inilah kita
melihat banyaknya kekeliruan dan kegagalan dalam konsep dan kebijakan
pendidikan nasional yang terlalu mengarahkan anak didik untuk semata-mata
terampil menjawab soal. Anak dihargai tinggi jika mampu menjawab soal-soal
ujian. Mata pelajaran diarahkan untuk latihan kognitif semata dengan
menjejalkan informasi sebanyak mungkin kepada para siswa.
Pendidikan karakter siswa bukanlah sebuah proses
menghafal materi soal ujian dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter
memerlukan pembiasaan dan harus berangkat dari kesadaran masing-masing
individu. Sebab, segala sesuatu yang berangkat dari kesadaran akan lebih
bertahan lama dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar dirinya.
B.
Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter siswa itu sendiri pada hakikatnya
tidak hanya menambah pengetahuan, tapi juga secara seimbang harus menanamkan
karakter positif terhadap sikap, perilaku, dan tindakan seseorang. Tujuan
pendidikan adalah untuk menghasilkan orang yang baik. Siapakah manusia yang baik
itu? Yaitu manusia yang mengenal dirinya, lalu ia mengenal Tuhannya. Ia
mengenal potensi yang ada pada dirinya dan mampu mengembangkannya. Pendidikan
akan menghasilkan manusia paripurna yang dapat memaknai hakikat dirinya sebagai
hamba Tuhan dan makhluk sosial. Hal ini dimaksudkan agar manusia yang
berpendidikan itu cerdas otaknya sekaligus waras perilakunya.
Pendidikan harus kembali
kepada fungsi asalnya, yaitu menanamkan karakter positif warga negara sesuai
dengan fungsi pendidikan yang tersurat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menjelaskan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Intinya,
karakter warga negara harus ditopang oleh nilai-nilai moral, sehingga akan
tercipta kesalehan sosial.
C. Hubungan
Keteladanan Guru dan Pendidikan Berkarakter
Guru
sejatinya bukan sembarang pekerjaan, melainkan profesi yang pelakunya memerlukan
berbagai kelebihan, baik terkait dengan kepribadian, akhlak, spiritual, pengetahuan
dan keterampilan. Peran guru bukan sekadar mentransfer pelajaran kepada peserta
didik. Tapi lebih dari itu guru bertanggungjawab membentuk karakter peserta
didik sehingga menjadi generasi yang cerdas, saleh, dan terampil dalam
menjalani kehidupannya. Inilah tugas guru yang amat strategis dan mulia.
Apalagi
dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik semakin nyata menggantikan sebagian
besar peran orang tua yang notabene adalah pengemban utama amanah Tuhan Yang
Maha Esa yang dikaruniakan kepadanya. Dengan berbagai sebab dan alasan, orang
tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan tanggung jawabnya kepada guru di
sekolah dengan berbagai keterbatasannya. Demikian pula masyarakat yang kontrol
sosialnya semakin melemah dan pemerintah yang selama ini lebih menitikberatkan
pembangunan di sektor fisik, semuanya ikut mengambil andil terhadap kegagalan
pembentukan karakter bangsa.
Menyadari
hal ini, pemerintah mulai tahun ajaran 2011/2012 menjadikan pendidikan berbasis
karakter sebagai gerakan nasional mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
sampai Perguruan Tinggi termasuk pendidikan nonformal dan informal. Menteri
Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menyatakan, ”Pembentukan karakter siswa tidak
bisa lepas dari peran guru. Bagaimana manusia Indonesia pada tahun 2045
mendatang (100 tahun Indonesia merdeka), ditentukan bagaimana guru membentuk
siswa saat ini” (www.kemdiknas.go.id). Karenanya, di pundak guru terletak salah satu
beban untuk merestorasi karakter dan kepribadian mulia bangsa Indonesia yang
telah berada pada titik nadir. Guru diharapkan bisa mengembalikan peradaban
bangsa yang tinggi, yang selama ini telah tergantikan dengan julukan bangsa
yang korup, tidak memiliki kepribadian, bangsa yang kacau, jorok, bodoh,
anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang kini melekat pada bangsa tercinta
ini.
Kegagalan
membentuk karakter bangsa merupakan kesalahan kolektif yang harus dibenahi
bersama. Oleh karena itu solusi yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan berkomitmen untuk melakukan perbaikan secara kolektif pula.
Masing-masing kita harus instrospeksi diri dan berusaha keras untuk mencari
solusi guna memperbaiki dan mengembalikan serta meningkatkan karakter positif
bangsa. Lakukan yang terbaik yang kita bisa, jangan sibuk mencari kesalahan
orang lain. Tapi mari kita mulai dari diri kita, orang terdekat kita dan tugas
di bawah tanggung jawab kita. Dan guru adalah salah satu pilar penentu keberhasilan
pendidikan karakter.
Dari
berbagai asal dan dengan berbagai alasan banyak orang memilih profesi guru. Apapun
latar belakangnya, apapun motivasinya, dan apapun alasannya, profesi guru
menuntut kompetensi sebagai guru. Guru berkompeten yang diharapkan tentu saja
guru yang tidak hanya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, tapi juga harus
mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik mungkin.
Merujuk
pada UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, seorang guru harus memiliki
empat kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pedagogis, personal, dan
sosial. Dari keempat kompetensi tersebut, aspek yang paling mendasar untuk
menjadi seorang guru yang berkarakter dan layak diteladani adalah aspek
kepribadian (personalitas). Karena aspek kepribadian inilah yang menjadi cikal
bakal lahirnya komitmen diri, dedikasi, kepedulian, dan kemauan kuat untuk
terus berbuat yang terbaik dalam kiprahnya di dunia pendidikan. Seorang guru
harus memiliki kematangan, baik intelektual maupun emosional. Kematangan ini
terlihat dari kemampuan bernalar dan bertutur, memberi contoh dan sikap yang
baik, mengerti perkembangan anak dengan segala persoalannya, kreatif, inovatif,
menguasai materi dan banyak metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan,
situasi dan intelegensi peserta didik.
D. Pembelajaran Modelling
Menurut
Rani Pardini yang dikutip oleh Adhi, R (2010), ada tiga model guru berdasarkan
tingkatan kualitasnya, yaitu guru okupasional, guru profesional, dan guru
vokasional.
Guru okupasional adalah sosok guru yang menjalani profesi guru sekadarnya, tanpa
kepedulian lebih memerhatikan anak didiknya. Guru professional adalah guru yang memiliki tanggung jawab lebih
memenuhi kualifikasi undang-undang dan syarat kompetensi guru sesuai dengan
regulasi yang berlaku. Sementara Guru
vokasional adalah guru yang menjalani profesinya sebagai sebuah panggilan
sehingga menjalani tugasnya dengan penuh antusias, sabar, komitmen, dan terus
mengembangkan diri serta profesinya.
Dalam
mendidik karakter sangat dibutuhkan sosok yang menjadi model. Model yang dapat
ditemukan oleh peserta didik di lingkungan sekitarnya. Semakin dekat model pada
peserta didik akan semakin mudah dan efektiflah pendidikan karakter tersebut.
Peserta didik butuh contoh nyata, bukan hanya contoh yang tertulis dalam buku
apalagi contoh khayalan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Berk yang dikutip oleh
Sit, M (2010), prilaku moral diperoleh dengan cara yang sama dengan respon-respon
lainnya, yaitu melalui modeling dan penguatan.
Lewat
pembelajaran modeling akan terjadi internalisasi berbagai prilaku moral, pro
sosial dan aturan-aturan lainnya untuk tindakan yang baik. Demikian pula
menurut Social Learning Theory dalam Bandura yang dikutip oleh Hadiwinarto,
perilaku manusia diperoleh melalui cara pengamatan model, dari mengamati orang
lain, membentuk ide dan perilaku-perilaku baru, dan akhirnya digunakan sebagai
arahan untuk beraksi. Sebab seseorang dapat belajar dari contoh apa yang
dikerjakan orang lain, sekurang-kurangnya mendekati bentuk perilaku orang lain,
dan terhindar dari kesalahan yang dilakukan orang lain.
E. Cara menjadi Guru Teladan dalam Pendidikan Berkarakter
Guru
sebagai uswah atau teladan harus memiliki modal dan sifat-sifat tertentu, diantaranya:
Pertama, Guru harus meneladani Rasulullah Saw sebagai teladan seluruh alam.
Kedua, guru harus benar-benar memahami prinsip-prinsip keteladanan. Mulailah dari
diri sendiri. Dengan demikian guru tidak hanya pandai bicara dan mengkritik
tanpa pernah menilai dirinya sendiri. Bercermin pada filosofi ”gayung mandi”,
dalam mendidik karakter guru jangan seperti gayung mandi. Gayung digunakan
untuk mandi bertujuan membersihkan, tapi ia sendiri tidak pernah mandi atau
membersihkan dirinya sendiri. Artinya guru harus mempraktikkannya terlebih
dahulu sebelum mengajarkan karakter kepada peserta didiknya.
Ketiga, guru harus mengetahui tahapan mendidik karakter. Sekurang-kurangnya melalui
tiga tahapan pembelajaran yang penulis istilahkan dengan 3P yaitu: pemikiran,
perasaan dan perbuatan.
1. Tahapan pertama pemikiran; merupakan tahap memberikan
pengetahuan tentang karakter. Pada tahapan ini guru berusaha mengisi akal,
rasio dan logika siswa sehingga siswa mampu membedakan karakter positif (baik)
dengan karakter negatif (tidak baik). Siswa mampu memahami secara logis dan
rasional pentingnya karakter positif dan bahaya yang ditimbulkan karakter
negatif.
2. Tahap kedua dalam mendidik karakter ini
diistilahkan dengan perasaan; merupakan tahap mencintai dan membutuhkan
karakter positif. Pada tahapan ini guru berusaha menyentuh hati dan jiwa siswa
bukan lagi akal, rasio dan logika. Diharapkan pada tahapan ini akan muncul
kesadaran dari hati yang paling dalam akan pentingnya karakter positif, yang
pada akhirnya akan melahirkan dorongan/keinginan yang kuat dari dalam diri
untuk mempraktikkan karakter tersebut dalam kesehariannya.
3. Tahap ketiga perbuatan berperan; pada tahapan ini
dorongan/keinginan yang kuat pada diri siswa untuk mempraktikkan karakter
positif diwujudkan dalam kehidupannya sehari-hari. Siswa menjadi lebih santun,
ramah, penyayang, rajin, jujur, dan semakin menyenangkan, menyejukkan pandangan
serta hati siapapun yang melihat dan berinteraksi dengannya.
Keempat, Guru harus mengetahui bagaimana mengimplementasikan pendidikan karakter
kepada siswa. Tanamkan pengertian betapa pentingnya "cinta" dalam melakukan
sesuatu, tidak semata-mata karena prinsip timbal balik. Ciptakan hubungan yang
mesra, agar siswa peduli terhadap keinginan dan harapan-harapan kita serta
tumbuhkan rasa sayang terhadap sesama.
Kelima, guru harus menyadari arti kehadirannya di tengah siswa, mengajar
dengan ikhlas, memiliki kesadaran dan tanggungjawab sebagai pendidik untuk
menanamkan nilai-nilai kebenaran. Mengajar bukan untuk sekadar melepaskan
tugas, mengajar karena panggilan jiwa, mengajar dengan cinta, merasa
bertanggung jawab terhadap keberhasilan siswa dunia akhirat, dan mampu
mengarahkan siswa tentang arti hidup.
Dibutuhkan
kerja keras untuk mewujudkan cita-cita mulia ini. Guru harus mampu menjadi
modelnya. Kita tidak akan mampu membuat siswa rajin, tepat waktu, bertanggung
jawab dan lain sebagainya, jika kita tidak duluan mempraktikkannya.
Negeri
ini tidak hanya membutuhkan pendidikan karakter, tapi negeri ini sangat membutuhkan
teladan dari pendidik karakter dan teladan dari semua komponen bangsa. Dengan
demikian keinginan untuk membentuk generasi Indonesia yang santun, sadar
sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan memiliki kepenasaranan intelektual sebagai
modal dalam membangun kreatifitas dan daya inovasi dapat terwujud sesuai
harapan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan yang terurai ditas
maka dapat disimpulkan sebagai berikut
:
1. Pendidikan karakter siswa bukanlah sebuah proses
menghafal materi soal ujian dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter
memerlukan pembiasaan dan harus berangkat dari kesadaran masing-masing
individu. Sebab, segala sesuatu yang berangkat dari kesadaran akan lebih
bertahan lama dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar dirinya.
2.
Tujuan pendidikan karakter siswa itu sendiri pada hakikatnya
tidak hanya menambah pengetahuan, tapi juga secara seimbang harus menanamkan
karakter positif terhadap sikap, perilaku, dan tindakan seseorang.
3. Negeri ini tidak hanya membutuhkan pendidikan
karakter, tapi negeri ini sangat membutuhkan teladan dari pendidik karakter dan
teladan dari semua komponen bangsa. Dengan demikian keinginan untuk membentuk
generasi Indonesia yang santun, sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan
memiliki kepenasaranan intelektual sebagai modal dalam membangun kreatifitas
dan daya inovasi dapat terwujud sesuai harapan.
B.
Saran
1.
Pendidikan karakter diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan
diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan sekolah, untuk itu guru
diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya.
2.
Lingkungan sekolah yang positif membantu membangun karakter.
Untuk itu benahi lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif.
3.
Guru diharapkan, disiplin terlebih dulu,pasti siswa akan
mengikuti disiplin juga.
DAFTAR PUSTAKA
Degeng,
S Nyoman,1989,Taksonomi Variabel ,
Jakarta, Depdikbud.
Joni,
T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu.
Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.
Nurhadi,
Burhan Yasin, Agus Genad Senduk, 2004, Pendekatan
Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang,Universitas negeri Malang.
Trianto,
2009, Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher.
http://eka93.student.umm.ac.id/2011/07/30/keteladanan-guru-dan-pendidikan-berkarakter/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar